Friday, March 28, 2008

BIOGAS ECENG GONDOK

( for English version go to : http://practicallygreen-sn.blogspot.com )

Eceng gondok yang memiliki nama lain ‘Eichornia crassipes’ adalah sejenis tumbuhan air yang hidup terapung di permukaan air. Akan berkembang biak manakala dipenuhi limbah pertanian atau pabrik sehingga menjadi indicator dimana di tempat/sungai tersebut sudah terkena pencemaran/limbah.

Tanaman gulma (pengganggu) ini dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Eceng biasa (genjer) : tumbuhan air yang tumbuh di sawah-sawah dan daun muda. Bunganya yang kuncup dapat dijadikan sayuran (Dapat dimakan oleh manusia)

2. Eceng gondok : sejenis tanaman hidrofit. Tumbuhan ini tidak dapat dimakan bahkan tanaman gulma ini menjadi tanaman pengganggu bagi tumbuhan lain dan hewan sekitarnya.
Meski memiliki sifat pengganggu, eceng gondok ternyata berperan penting dalam mengurangi kadar logam berat di perairan waduk seperti Fe, Zn, Cu, dan Hg. Selain itu, eceng gondok dapat menyerap logam berat. Dan yang paling menarik, tanaman ini mengandung selulosa dalam jumlah banyak. Dan selulosa inilah yang bisa digunakan sebagai bahan baker alternative.

Untuk membuat Biogas Eceng Gondok, terlebih dahulu harus disiapkan beberapa alat dan bahan yang diperlukan. Bahan dan alat itu dikelompokkan menjadi dua alat kerja, yaitu :

ALAT KERJA-1
- 3 buah drum isi 200 liter
- 1 buah drum isi 100 liter
- 1 meter pipa galvanis, ukuran 3 inchi
- 5 meter slang karet/plastic
- 3 buah stop kran, ukuran ½ inchi
- 50 cm pipa, ukuran ½ inchi
- 6 buah kleman slang, ukuran ½ inchi
- Pengelasan drum (Ls)

ALAT KERJA-2
- Plastik polyethylene
- Kompor biogas
- PVC ukuran 3 inchi
- 4 buah kenie, ukuran ½ inchi
- Drat luar dalam
- 2 buah isolatif besar
- 4 batang baut
- Karet ban dalam
- 1 buah pipa T, ukuran ½ inchi
- Slang plastic saluran gas
- PVC ukuran ½ inchi
- 3 buah stop kran, ukuran ½ inchi
- 2 buah lem paralon
- Lem aibon
- 2 plat acritik 150 cm2

CARA PEMBUATAN ALAT

1. Alat Fermentasi
Dua drum ukuran 200 liter dibuang tutup atasnya dan keduanya disambung dengan dilas secara horizontal. Di samping kiri dan kanannya dipasang 3 inchi pipa sepanjang 50 cm yang berguna untuk memasukkan eceng gondok yang sudah dirajang/ditumbuk dan pipa yang satunya lagi sebagai pembuangan. Setelah itu di bagian atas drum fermentasi dipasang pipa ½ inchi dan stop kran ½ inchi yang disambung dengan slang.

2. Alat Penampungan Gas
o Drum ukuran 100 liter tutup bagian bawahnya dibuang, kemudian pada tutup bagian yang tidak dibuang dipasang 2 buah pipa ½ inchi dan stop kran ½ inchi yang akan disambung dengan slang dari ruang fermentasi dan ke kompor gas. Lantas, tempat penampungan gas yang bagian sisinya atau tutupnya dibuang dimasukkan ke drum yang berukuran 200 liter yang sudah berisi 100 liter air.
o Selain alat penampung gas terbuat dari bahan plastic yang berukuran panjang 120 cm dan diameter 60 cm. Alat penampungan gas ini dimasukkan ke drum ukuran 200 liter yang sudah terisi air.
o Jika gas dari eceng gondok sudah masuk ke alat penampungan drum atau plastic maka akan terlihat mengambang. Fungsi air itu sebagai penekan. Air yang ada akan menekan gas ke atas. Karena air dan gas tak bersenyawa.

PROSES PRODUKSI

Ø Proses produksi eceng gondok sangat sederhana sekali, hanya dibutuhkan perlengkapan seperti tabung fermentasi yang tersambung ke tabung pengumpul gas dan diteruskan ke kompor. Hanya tiga bagian yang dibutuhkan dalam biogas ini, tabung fermentasi, tabung penampung gas, serta kompor sebagai media pembakar.

Ø Sebelum dimasukkan ke dalam tabung fermentasi, eceng gondok terlebih dahulu harus dirajang atau ditumbuk halus. Setelah itu dicampur air bersih 1:1. Misalnya 20 kg eceng gondok dicampur dengan 20 kiloliter air, lantas diaduk merata.

Ø Setelah tercampur, masukkan ke dalam lubang pipa yang sudah disiapkan di ujung kiri tabung fermentasi yang akan mengalirkan gas ke drum penampungan setelah beberapa hari. Eceng gondok yang sudah ditumbuk sebanyak 20 kg dapat menghasilkan gas yang dapat dipakai selama 7 hari, dan setiap harinya dapat dipakai selama 30 menit.

Ø Eceng gondok seberat 30 kg yang telah dirajang tanpa ditumbuk dapat menghasilkan gas yang dapat dipakai selama 7 hari, dan setiap harinya dapat dipakai selama 90 menit.

Ø Ketika menggunakan biogas untuk memasak, tabung fermentasi bisa kembali diisi dengan eceng gondok baru. Secara terus menerus eceng gondok bisa terus dimasukkan ke dalam tabung fermentasi.

Ø Karena dalam tabung tersebut sudah terpasang pipa untuk proses pengeluaran, ampas eceng gondok akan mengalir dengan sendirinya bila eceng gondok baru masuk ke dalam tabung. Ampas ini bisa digunakan untuk pupuk kompos.

Thursday, March 27, 2008

Pengomposan-5 : Usaha Daur Ulang dan Produksi Kompos (UDPK)

( for English version go to : http://practicallygreen-sn.blogspot.com )

Untuk pengomposan skala lingkungan atau pilot skala kota dapat menggunakan Teknis Pembuatan Kompos UDPK (Usaha Daur Ulang dan Produksi Kompos) :

§ Kriteria Teknis
Ø Jumlah sampah 10 m3/hari
Ø Metode dengan pengomposan aerobic
Ø Lama pengomposan 55 hari

§ Perhitungan Volume Pengomposan
Ø Volume sampah = 10 m3/hari x 55 hari = 550 m3
Ø Direncanakan bidang pengomposan : Tinggi = 1,5 m ; Lebar = 1,75 m ; Panjang = 2,0 m

§ Desain Pengomposan
Penyediaan lahan kira-kira seluas 1000 m2, dengan perincian 300 m2 untuk ruang sortir (ruang terbuka), 500 m2 ruang pengomposan (tertutup dengan atap sederhana atau bisa juga terbuka) dan 200 m2 gudang kompos.

§ Perlengkapan Utama Proses
Ø Terowongan Udara
Digunakan sebagai dasar tumpukan dan saluran udara. Di tengah ada rangka penguat P=+ 2 m, L=0,25-0,5 m, T=+ 0,5 m, sudut 45˚. Ini cukup untuk sampah 2-3 ton.
Ø Termometer Alkohol
Digunakan sebagai alat pengukur suhu tumpukan. Jangan memakai thermometer air raksa karena bila pecah dapat meracuni kompos. Di ujung ada tali benang untuk mengulur thermometer masuk lubang dan menariknya kembali
Ø Keranjang
Digunakan sebagai alat untuk mengangkut bahan ke tempat tumpukan. Alat berbentuk lain/kotak, dsb juga dapat dipakai
Ø Ayakan / Saringan / Penyaring
Digunakan untuk mengayak kompos matang agar dapat dipisahkan sesuai ukurannya
Ø Cangkrang
Alat untuk membalik tumpukan bahan dan juga membantu pemilahan sampah
Ø Sarung Tangan
Merupakan alat pelindung tangan waktu memilah sampah
Ø Sepatu Kerja / Boots
Merupakan alat pelindung kaki sewaktu bekerja
Ø Helm
Merupakan pelindung kepala sewaktu bekerja
Ø Sekop
Untuk membantu dalam pengayakan dan pekerjaan lain
Ø Masker
Untuk melindungi system pernafasan dari debu, dll
Ø Perlengkapan tambahan yaitu Timbangan
Untuk menimbang berat kompos sebelum dikemas dalam kemasannya. Penggunaannya tergantung pada keperluan
Ø Perlengkapan untuk pertolongan pertama yaitu Kotak PPPK
Kotak PPPK berisi obat luka, pembalut (besar dan kecil), tetes mata, alcohol, dan obat-obatan tangan lainnya

§ Bahan Kompos
Bahan yang dikomposkan sebaiknya berasal dari sampah yang masih segar. Kemudian hanya bahan organic pilihan yang diolah menjadi kompos. Hal ini untuk menghindari timbulnya lalat, bau juga memelihara agar usaha pengomposan ini aman dan menguntungkan. Oleh karena itu sampah harus disortir (dipilah) lebih dahulu (lihat Gambar-8). Hanya bahan organic pilihan seperti daun-daunan lunak, sisa kulit buah-buahan dan sayuran serta sisa-sisa makanan yang akan dikomposkan. Ranting, sabut dan tempurung kelapa, biji dan kulit salak dan semacamnya termasuk bahan yang sulit dikomposkan (makan waktu lama) sehingga harus disingkirkan. Sedangkan yang termasuk barang-barang lapak (misalnya botol, kaleng, plastic, kardus, dan kertas) dapat dikumpulkan dan dijual. Barang-barang berbahaya seperti paku, bekas lampu neon, sisa pestisida, jarum suntik, obat kadaluwarsa, baterai dan sejenisnya harus dipisahkan dan diamankan dengan dikumpulkan dan dimasukkan dalam kotak atau dibungkus dengan rapi. Selanjutnya diserahkan kepada Petugas Kebersihan agar dibuang di lokasi Pembuangan Akhir. Barang-barang tersebut dapat membahayakan atau melukai orang dan beberapa jenis diantaranya bila hancur/tercampur dapat mencemari kompos. Segala macam bahan yang tidak bisa dikomposkan atau tidak dapat dijual lagi disebut residu. Residu ini harus dibuang dari lokasi usaha pengomposan secara teratur. Dengan demikian residu ini tidak menumpuk sehingga penggunaan lahan menjadi efisien dan efek pencemarannya dapat diperkecil.

§ Langkah Dasar Pembuatan Kompos
Langkah-langkah proses pengomposan berikut dapat digambarkan dalam diagram pada Gambar-9 dan ilustrasi pada Gambar 10 sampai Gambar 29:

LANGKAH-1 : PEMILAHAN SAMPAH
- Sampah yang masuk dipilah untuk mendapatkan bahan organik pilihan sebagai bahan baku kompos. Selain itu, barang berbahaya dapat diamankan dan barang-barang yang dapat didaur ulang bisa dikumpulkan untuk dijual.
- Sisa dari pemilahan tersebut dinamakan residu, yang secepatnya harus dikeluarkan dari lokasi, sehingga tidak menyita tempat dan mengurangi pencemaran.
- Pemilahan sebaiknya segera dilakukan supaya bahan yang mudah rusak tidak membusuk secara liar dan menimbulkan bau tidak menyenangkan di tempat pengomposan.
- Pemilahan harus dikerjakan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu komposnya. Pemilahan yang teliti akan menjamin kecepatan proses dan produk yang aman. Prosesnya cepat karena bahan yang diolah mudah menjadi lapuk, dan aman karena bebas dari logam berat serta bahan berbahaya lainnya.

LANGKAH-2 : PENUMPUKAN BAHAN KOMPOS
Selanjutnya bahan-bahan pilihan tadi disusun menjadi tumpukan diatas terowongan udara. Agar proses pengomposan berjalan baik, ukuran tinggi tumpukan diusahakan sekitar 1,5 m, lebar 1,75 m dan panjang mencapai sekitar 2 m. Ukuran sebesar ini setara dengan + 2-3 ton sampah. Langkah ini dapat berlangsung s/d 3 hari, misalnya karena bahan tidak mencukupi atau karena pemilahan tidak bisa selesai pada hari itu. Bila terlalu lama, dapat terjadi pembusukan liar yang sangat tidak diinginkan.

LANGKAH-3 : PEMANTAPAN SUHU SELAMA 2-4 HARI YANG PERTAMA
Pada tahap ini, perlahan-lahan suhu tumpukan bahan akan naik mencapai 65˚Celcius atau lebih. Suhu setinggi ini selama beberapa hari diperlukan untuk mematikan biji tanaman yang tidak dikehendaki (gulma), membunuh bibit penyakit (bakteri pathogen) dan membantu memperlunak bahan yang sedang dikomposkan. Suhu terlalu tinggi dalam waktu panjang tidak dibenarkan, karena juga akan membunuh jazad renik yang diperlukan dalam pengomposan, sehingga proses akan terhenti dan bahan tidak berubah menjadi kompos (masih mentah). Kompos mentah dapat membahayakan tanaman kelak. Maka bila suhu terlalu tinggi, harus dilakukan pembalikan tumpukan.

LANGKAH-4 : MEMBERIKAN PERLAKUAN BERDASARKAN SUHU & KELEMBABAN
Kondisi tumpukan harus terus dipelihara agar kegiatan pelapukan bahan oleh jazad renik berlangsung dengan baik, sehingga proses pelapukan berakhir (+ 35-40 hari lamanya). Hal ini dilakukan dengan memberikan perlakuan pada tumpukan bahan. Kondisi tumpukan diketahui dengan mengamati suhu dan kelembaban. Kegiatan pelapukan bahan dikerjakan oleh aneka ragam jazad renik. Mereka bekerja aktif pada suatu daerah suhu dan kelembaban tertentu, selain itu oksigen harus cukup tersedia. Karenanya kondisi itu harus dipelihara dalam batas tersebut agar kegiatan jazad renik pelapukan dapat berjalan sebaik-baiknya. Berjalannya proses pelapukan dipantau melalui pengamatan suhu dan kelembaban/kebasahan. Suhu diukur dengan thermometer alcohol, sedangkan tingkat kelembaban diperiksa dengan cara bahan dikepal dengan tangan. Teknik mengatur suhu dan tingkat keabsahannya dilakukan pembalikan dan penyiraman. Pembalikan menjamin tersedianya oksigen dalam tumpukan.

- Pemantauan Suhu
Suhu yang diinginkan selama proses pelapukan berkisar antara 45˚C-65˚C. Pengukuran suhu dilakukan dengan thermometer alcohol, yang ditancapkan pada 3 hingga 5 tempat pada sisi tumpukan, dan kemudian dihitung rata-ratanya. Suhu rata-rata tumpukan adalah hasil penjumlahan angka pembacaan suhu dari tiap lubang thermometer, dibagi jumlah lubang thermometer. Angka yang didapat merupakan angka suhu rata-rata sebuah tumpukan. Contoh : ada 3 lubang thermometer yang dibaca, sebagai berikut : t1 = 56˚C, t2=68˚C dan t3 = 72˚C, total = 196˚C, maka suhu rata-rata (untuk satu kali pengukuran) = 196˚C : 3 titik = 65,3˚C.
- Pemeriksaan kelembaban Bahan
Ambil bahan dari bagian yang dalam, kemudian diremas dengan kepalan tangan. Bila dari remasan tidak keluar air sama sekali dan buyar bila dilepaskan, berarti kering. Tumpukan harus disiram air. Bilamana air mengalir cukup banyak dari sela-sela jari, berarti tumpukan air terlalu basah dan pembalikan tumpukan perlu dilakukan dengan segera. Bila terlalu basah, udara akan susah lewat di rongga antar bahan. Bila dikepal hanya menghasilkan tetes/percikan kecil air di sela-sela jari, maka kelembaban yang diinginkan dicapai. Pada kondisi ini kelembaban adalah sekitar 50%.
- Perlakuan yang diberikan pada Tumpukan
Bentuk perlakuan pada proses pengomposan adalah melakukan ‘pembalikan’ dan ‘penyiraman’. Pada waktu pembalikan tumpukan tidak jarang juga dilakukan penyiraman secara bersamaan.
Pembalikan tumpukan:
Tujuan dilakukan pembalikan adalah membuang panas yang berlebihan (menurunkan suhu), memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil. Ada dua macam cara pembalikan :
Cara pertama : “pembalikan ganda” yaitu tumpukan dibongkar dengan di sekeliling terowongan bamboo, setelah tumpukan dibongkar selanjutnya bahan disusun kembali ke tempatnya semula menjadi tumpukan, Keuntungan dari pembalikan ganda adalah bisa menghemat tempat dan pengaruh pembalikan merata. Namun tenaga dan waktu yang dikeluarkan untuk membalik akan lebih banyak. Ini mengarah pada biaya yang lebih besar. Sedangkan pembalikan tunggal menuntut lahan yang lebih luas, di pihak lain waktu dan tenaga kerjanya kecil. Masing-masing mempunyai kelebihan tersendiri. Bilamana luasnya lahan untuk pengomposan tidak ada masalah (apalagi ditambah dengan mahalnya ongkos tenaga kerja), maka pembalikan tunggal dapat diterapkan.
Cara kedua : “pembalikan tunggal” yaitu tumpukan dibongkar dengan memindahkannya di tempat baru di sebelahnya, tempat tumpukan yang lama ditinggalkan dan dipakai sebagai tempat baru bagi tumpukan yang lain.
Penyiraman tumpukan:
Penyiraman dilakukan bila diketahui tingkat kebasahan tumpukan tersebut kurang atau tidak mencukupi. Umumnya dikerjakan pada saat pembalikan, namun dapat dilakukan langsung bila diperlukan.

LANGKAH-5 : PEMATANGAN KOMPOS
- Setelah waktu berjalan kurang lebih selama 35-40 hari, akan terlihat suhu rata-rata tumpukan makin menurun. Bahan telah lapuk dan menyerupai tanah, warnanya coklat tua atau kehitaman, maka bahan telah menjadi kompos.
- Kemudian masuk pada tahap pematangan yang memerlukan waktu pematangan selama 14 hari. Ini dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa kompos telah benar-benar matang untuk dapat menjamin bahwa kompos benar-benar aman ketika dipakai oleh pengguna kompos. Artinya bila kompos itu dipakai, tidak mengganggu tanaman atau malah membuat tanaman mati. Selama 14 hari tumpukan bila perlu diberi perlakuan agar mencapai kematangan yang mantap.
- Suhu tumpukan kompos tetap selalu dipantau selama waktu pematangan. Waktu selama 14 hari ini lebih dari cukup daripada waktu yang dibutuhkan untuk pematangan.

LANGKAH-6 : PEMANFAATAN DAN PENGEMASAN
Setelah seluruh tahap proses dilalui dan menjadi kompos matang, maka dilakukan pemanenan. Kompos dipisahkan (diayak) antara bagian-bagian yang halus dan kasar, sekaligus juga menyingkirkan serpihan plastic dan bahan lain yang tidak berguna. Selanjutnya agar kompos siap untuk dipasarkan, maka kompos perlu dikemas dalam ukuran yang sesuai dengan kehendak pembeli. Juga ukuran butir kompos harus cocok dengan kebutuhan pemakai. Untuk mendapat ukuran butiran kompos yang diinginkan, maka kompos tersebut harus disaring/diayak memakai ayakan kawat dengan ukuran lubang kawat yang sesuai dengan butiran kompos yang dikehendaki. Langkah pengayakan dan pengemasan lebih tergantung kepada selera atau kemauan pasar (pemakai atau pembeli). Untuk kegunaan tertentu dibutuhkan butiran kompos yang lembut/halus (missal untuk pot dan persemaian) atau butiran sedang/kasar (misalnya untuk kebun buah-buahan). Untuk kepentingan eceran dan rumah tangga diperlukan kemasan kecil (missal 1 s/d 10 kg), sedangkan perkebunan dan pemakai dalam jumlah besar akan lebih suka membeli dalam bentuk curah atau dalam karung.

Berdasarkan pengalaman, seluruh proses pengomposan berlangsung selama kurang lebih 55 hari, mulai dari pemilahan dan penumpukan sampai dengan kompos dipanen dan dikemas dalam plastic atau karung. Ini jauh lebih cepat dari proses anaerobic (tidak memerlukan oksigen). Contoh proses anaerobic antara lain diperam dalam tanah, dimasukkan tempat tertutup rapat dsb. Pada umumnya proses anaerobic butuh waktu total sekitar 3-4 bulan atau lebih. Selisih waktu satu bulan ini sangat berarti, terutama bagi pengusaha kompos.

Sesuai prosedur baku “usaha untuk membunuh bibit pathogen”, dapat disimpulkan bahwa kompos dengan proses ini aman dari bibit penyakit. Selain itu juga aman dari benih gulma. Hasil analisa laboratorium terhadap contoh-contoh kompos sejauh ini menunjukkan bahwa kompos tersebut aman dalam hal kandungan bahan berbahaya. Persyaratan kandungan logam beray dan bahan berbahaya lainnya tersebut menggunakan standar Environmental Protection Agency (EPA) / Lembaga Perlindungan Lingkungan USA yang amat ketat. Tambahan lagi, kompos ini kaya akan zat hara mikro yang tidak terdapat pada pupuk kimia.

Pengomposan-4 : PENGOMPOSAN 'BOKASHI'

( for English version go to : http://practicallygreen-sn.blogspot.com )

a. BOKASHI Biasa

Bahan-bahan :
§ EM4 (200 ml atau 20 sendok makan)
§ Gula pasir (5 sendok makan)
§ Air (secukupnya)
§ Pupuk kandang(10 bagian)
§ Dedak (10 bagian)
§ Arang sekam/arang serbuk gergaji (10 bagian)

Cara pembuatan :
1. Larutkan EM4 dan gula ke dalam air
2. Pupuk kandang, dedak, arang sekam/arang serbuk gergaji dicampur secara merata
3. Siramkan larutan EM4 secara perlahan-lahan ke dalam adonan secara merata, sampai kandungan air adonan mencapai 30%
4. Adonan digundukkan diatas ubin yang kering dengan ketinggian 15-20 cm, kemudian ditutup dengan karung goni selama 3-4 hari
5. Pertahankan suhu gundukan adonan 40-50 derajad Celcius. Jika suhu lebih dari 50 derajad Celcius, bukalah karung penutup dari gundukan, adonan dibolak-balik kemudian ditutup lagi dengan karung goni. Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan Bokashi menjadi rusak karena terjadi proses pembusukan . Pengecekan dilakukan setiap 5 jam.
6. Setelah 4 hari Bokashi telah selesai terfermentasi dan siap digunakan sebagai pupuk organic.

b. BOKASHI Pupuk Kandang Tanah

Bahan-bahan :
§ EM4 (200 ml atau 20 sendok makan)
§ Gula pasir (5 sendok makan)
§ Air (secukupnya)
§ Pupuk kandang(10 bagian)
§ Dedak (10 bagian)
§ Arang sekam/arang serbuk gergaji (10 bagian)
§ Tanah (20 bagian)

Cara pembuatan :
1. Larutkan EM4 dan gula ke dalam air
2. Pupuk kandang, dedak, arang sekam/arang serbuk gergaji, tanah dicampur secara merata
3. Siramkan larutan EM4 secara perlahan-lahan ke dalam adonan secara merata, sampai kandungan air adonan mencapai 30%
4. Adonan digundukkan diatas ubin yang kering dengan ketinggian 15-20 cm, kemudian ditutup dengan karung goni selama 3-4 hari
5. Pertahankan suhu gundukan adonan 40-50 derajad Celcius. Jika suhu lebih dari 50 derajad Celcius, bukalah karung penutup dari gundukan, adonan dibolak-balik kemudian ditutup lagi dengan karung goni. Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan Bokashi menjadi rusak karena terjadi proses pembusukan . Pengecekan dilakukan setiap 5 jam.
6. Setelah 4 hari Bokashi telah selesai terfermentasi dan siap digunakan sebagai pupuk organic.

c. BOKASHI Ekspress (24 Jam)

Bahan-bahan :
§ EM4 (200 ml atau 20 sendok makan)
§ Gula pasir (5 sendok makan)
§ Air (secukupnya)
§ Dedak (20 kg)
§ Jerami kering/daun-daun kering/sekam/serbuk gergaji atau bahan apa saja yang dapat difermentasi (200 kg)
§ Bokhasi yang sudah jadi (20 kg)

Cara pembuatan :
1. Larutkan EM4 dan gula ke dalam air
2. Jerami kering/daun-daun kering/sekam/serbuk gergaji atau bahan apa saja yang dapat difermentasi dicampur dengan bokashi dan dedak secara merata
3. Siramkan larutan EM4 secara perlahan-lahan ke dalam adonan secara merata, sampai kandungan air adonan mencapai 30%
4. Adonan digundukkan diatas ubin yang kering dengan ketinggian 15-20 cm, kemudian ditutup dengan karung goni selama 24 jam
5. Pertahankan suhu gundukan adonan 40-50 derajad Celcius. Jika suhu lebih dari 50 derajad Celcius, bukalah karung penutup dari gundukan, adonan dibolak-balik kemudian ditutup lagi dengan karung goni. Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan Bokashi menjadi rusak karena terjadi proses pembusukan . Pengecekan dilakukan setiap 5 jam.
6. Karena ada campuran Bokashi yang sudah jadi, maka Bokashi Ekspress ini setelah 24 jam telah selesai terfermentasi dan siap digunakan.

Pengomposan-3 : PENGOMPOSAN DENGAN CACING

( for English version go to : http://practicallygreen-sn.blogspot.com )

Salah satu alternatif pengomposan dengan menggunakan cacing adalah dengan teknologi VAP-BL®, yang merupakan teknologi penguraian sampah organic yang melibatkan cacing tanah dan memproduksi vermics. Vermics adalah biofertilizer (pupuk hayati) berbentuk padat dan cair dengan kandungan makro nutrient yang tinggi dan mikro nutrient yang lengkap dan zat pengatur tumbuh (ZPT). Vermics sangat baik sebagai media pembibitan dan pemeliharaan tanaman. Vermics merangsang pertumbuhan akar, tunas, daun, bunga dan buah serta mengandung substansi penghambat mikroorganisma yang merugikan tanaman (deleterious microorganism). Modul-modul VAP-BL® antara lain Modul Lestari (kapasitas 4 ton), Modul Asri (kapasitas 2 ton), Modul Alam (kapasitas 1 ton) dan Modul Persada (kapasitas 0,5 ton). Berikut adalah uraian mengenai teknologi VAP-BL® :

§ Spesifikasi Proses :
i. Untuk setiap kapasitas Vermics = 1 ton
ii. Mengolah sampah organic = 10 m3 (5 ton)
iii. Jumlah kebutuhan cacing = 2 ton
iv. Waktu proses = 2-3 minggu

§ Bahan baku sampah :
Bahan baku sampah organik berasal dari sampah organic perkebunan, pertanian dan peternakan; sampah organic rumah tangga; sampah organic pasar; dan sampah organic restoran

§ Jenis Cacing :
Ø Lumbricus rubellus
Ø Perionyx excavatus
Ø Eisenia foetida
Ø Pheretima asiatica

§ Media :
Bahan untuk media yang digunakan di dalam proses vermikasi adalah bahan organic yang banyak mengandung serat atau dari sampah organic yang sudah melalui proses pemeraman. Persyaratan yang harus dipenuhi sebagai media untuk proses vermikasi adalah :
Ø pH netral (6,8 s/d 7,2)
Ø Suhu antara 22 s/d 28 derajad Celcius
Ø Kadar air 40% s/d 60%

§ Konstruksi :
Ø Konstruksi proses VAP-BL® Tahap I
Bangunan untuk proses ini adalah sebidang lahan tanpa atap berlantaikan semen. Pada bangunan ini akan disusun kotak tipe A dalam bentuk larikan/deretan rak bertumpuk dengan masing-masing tumpukan memuat 6 buah kotak
Ø Konstruksi proses VAP-BL® Tahap II
Bangunan untuk proses ini adalah sebidang lahan dengan atap dan berlantaikan semen. Pada bangunan ini akan disusun kotak tipe B dalam bentuk larikan/deretan rak bertumpuk dengan setiap tumpukan memuat 6 buah kotak
Ø Konstruksi proses VAP-BL® Tahap III
Bangunan untuk proses ini sama seperti konstruksi proses II yaitu beratap dan berlantaikan semen. Sejumlah kotak tipe C akan disusun dalam bentuk larikan/deretan rak bertumpuk pada bangunan ini, dengan jumlah kotak untuk setiap tumpukan adalah sebanyak 6 kotak
Ø Peralatan dan bangunan penunjang
Peralatan penunjang yang dibutuhkan pada pemrosesan “vermics” adalah mesin cacah dengan corong pengarah, mesin pengayak. Selain itu dibutuhkan pula beberapa alat Bantu seperti sekop garpu besar, garpu tangan terbuat dari kayu, sendok kayu, sarung tangan, penutup hidung dan seragam kerja. Beberapa alat ukur diperlukan juga seperti thermometer, pH meter, dan alat pengukur kelembaban. Adapun bangunan penunjang yang diperlukan adalah kantor, garasi, gudang, ruang istirahat, ruang pengayakan dan pengemasan, dan ruang pencacahan.

§ Proses Vermikasi :
Teknologi vermikasi yang dijabarkan dan dikenal dengan nama Teknologi VAP-BL®, melibatkan pemanfaatan cacing tanah sebagai activator dan stabilisator pada proses pengolahan sampah organik menjadi kascing. Vermikasi adalah proses penguraian bahan organic menjadi unsur (anorganik) dengan melibatkan cacing tanah. Oleh karena itu teknis pemberdayaan tersebut harus disesuaikan dengan proses alamiah kehidupan cacing tanah. Vermikasi ini belum diterapkan secara luas, namun demikian penerapannya pada skala kecil, penelitian dan pengembangannya secara intensif telah dilakukan di kota Bandung, Jawa Barat. Daerah percontohan penerapannya juga telah dilakukan di salah satu kelurahan di Bandung, atas kerjasama pemerintah Indonesia dan Jerman. Proses tahap dan proses yang digunakan dalam kegiatan vermikasi secara garis besar adalah sebagai berikut :
Ø Tahap Praproses Vermikasi
Langkah I : Penerimaan sampah
Langkah II : Pencacahan
Langkah III : Pemerasan dan Pencampuran dengan Bahan Lain
Ø Tahap Vermikasi
Proses I : Pra-vermikasi
Proses II : Pendedahan
Proses III : Vermikasi
Ø Tahap Pasca Vermikasi
Tahap I : Pemisahan cacing tanah dengan kascing
Tahap II : Pengayakan dan Pengemasan
Tahap III : Penjualan produk

§ Sumber Daya Manusia :
Jumlah personil yang diperlukan pada VAP-BL® untuk serapan sampah organic 10 m3/hari diperkirakan adalah 13 orang, dengan perincian 2 orang sebagai operator mesin, 10 orang operator manual, dan 1 orang supervisor. produk

§ Kebutuhan Lahan :
Lahan yang dibutuhkan untuk proyek perintisan vermikasi adalah + 1000 m2, meliputi lahan untuk penerimaan sampah, pencacahan sampah, pelayuan, pendedahan, vermikasi, panen, pengayakan, pengemasan, gudang dan lahan terbuka. Lokasi disesuaikan dengan rencana penempatan oleh pemerintah daerah.

Pengomposan-2 : PENGOMPOSAN SKALA RUMAH TANGGA

( for English version go to : http://practicallygreen-sn.blogspot.com )

1. KOTAK PENGOMPOSAN dalam LUBANG PEMERAMAN

§ Kriteria Teknis
Ø Jumlah sampah 0,01 m3/hari
Ø Metode dengan pengomposan anaerobic
Ø Lama pengomposan 75 hari

§ Perhitungan Volume Pengomposan
Ø Volume sampah = 0,01 m3/hari x 75 hari = 0,75 m3
Ø Direncanakan bidang pengomposan : Tinggi = 100 cm ; Lebar = 75 cm ; Panjang = 100 cm

§ Desain pengomposan
Dibuat 2 kotak dengan sekat diantaranya, dengan tiap kotak berukuran panjang 100 cm, lebar 75 cm dan kedalaman 120 cm. Kotak pertama dipakai untuk 75 hari pertama dan kotak kedua dipakai untuk 75 hari kedua. Bila kotak kedua sudah penuh maka kompos di lubang pertama sudah siap dipanen untuk dipindahkan ke pot-pot atau halaman rumah untuk ditanami sesuai dengan keinginan, dan kemudian kotak pertama tersebut dapat digunakan lagi untuk pengomposan dan begitu seterusnya.

§ Cara Kerja Pengomposan
Ø Penggalian tanah (di belakang rumah/kebun) untuk lubang pemeraman kotak pengomposan dengan dimensi lebar 170 cm, panjang 110 cm, dalam 130 cm.
Ø Membuat 2 kotak pengomposan (disekat di tengahnya), masing-masing dengan tinggi 120 cm, lebar 75 cm dan panjang 100 cm. Kotak pengomposan ini dapat dibuat dari papan kayu atau bahan lain. Kemudian di tengah-tengah dasar kedua lubang tersebut dipasang pipa PVC diameter 4” yang berlubang-lubang berdiameter 1”.
Ø Kedua kotak pengomposan tersebut kemudian dimasukkan ke lubang pemeraman (lubang galian tanah), dan kemudian diisi sampah setiap hari.
Ø Sampah rumah tangga yang telah dipilah (pisahkan sampah plastik, kaleng, kaca, logam, dll non organic), setiap hari dibuang ke dalam kotak pertama dan dipadatkan. Setiap mencapai tebal kira-kira 25 cm ditutup dengan tanah setebal kira-kira 5 cm, begitu seterusnya sampai lubang tersebut penuh yaitu kira-kira setelah 75 hari.
Ø Setelah lubang pertama penuh, maka dilanjutkan dengan pembuangan sampah ke lubang kedua dengan cara yang sama.
Ø Setelah kira-kira 75 hari dan lubang kedua sudah penuh, maka kompos di lubang pertama sudah jadi dan dapat diambil untuk dipergunakan sebagai pupuk atau ditaruh di pot-pot atau halaman rumah dan ditanamai tanaman yang diinginkan. Kemudian lubang pertama yang telah kosong tersebut dapat diisi lagi untuk pembuatan kompos selanjutnya.
Ø Begitu seterusnya kedua lubang pengomposan tersebut digunakan bergantian


2. EMBER / TONG PENGOMPOSAN

Ø Sediakan ember plastik atau tong yang dilubangi bagian dasarnya untuk jalan lindi
Ø Sebagai lapisan dasar, isi ember/tong tsb dengan pasir
Ø Kemudian ditimbuni sampah dapur atau daun-daun dari kebun
Ø Lapisi dengan kotoran ternak atau unggas
Ø Tutup dengan kapur
Ø Cara ini diulang-ulang hingga ember penuh. Lama pengomposan bisa 2,5 bulan. Dengan cara seperti ini kompos bisa langsung digunakan untuk media tanaman
Ø Agar Kompos Tak Bau :
· Hindari membuat kompos dari sampah busuk. Bahan kompos sebaiknya dari sisa sayuran dan buah-buahan segar
· Nasi bekas bisa menjadi bahan kompos, asal dicuci dulu
· Bila timbul aroma busuk, aduk-aduk, tuang dan atur kembali campuran kompos dan tambahkan selapis tanah atau daun kering
· Sisa kol atau kubis akan mengeluarkan bau tak sedap
· Kulit jeruk mengeluarkan aroma jeruk pada saat proses pengomposan


3. KERANJANG PENGOMPOSAN BERLUBANG (KERANJANG TAKAKURA)

Ø Sediakan keranjang plastic yang kanan kirinya berlubang-lubang. Lebih praktis pakai keranjang untuk pakaian kotor yang memang sudah ada lubangnya. Bisa juga pakai kaleng ember cat yang sekelilingnya dilubangi secara merata dengan paku. Lubang ini sangat penting agar angina leluasa keluar masuk.
Ø Sekeliling bagian dalam keranjang dilapisi dengan kardus. Tujuannya supaya sampah tidak tumpah.
Ø Bagian bawah dilapisi dengan sekam yang dibungkus dengan kain kasa sehingga tidak bercampur dengan sampah
Ø Di atas sekam ditimbun sampah kompos sampai minimal setengah dari tinggi keranjang tersebut atau istilahnya starter.
Ø Tutup kembali dengan bantalan sekam serta dilapisi kain hitam, lalu tutup dengan plastic keranjang
Ø Saat memasukkan sampah, tinggal membuka tutup keranjang, mengambil kain dan bantalan sekam bagian atas. Sampah pertama itu diaduk-aduk dengan kompos pakai sekop plastic, selanjutnya keranjang ditutup. Ketika ditutup, proses pengomposan sedang berjalan. Demikian seterusnya, saat memasukkan sampah, lakukan hal serupa.
Ø Satu keluarga misalnya berisi 7 orang dengan keranjang setinggi 40cm x 38cm x 27cm, maka keranjang tersebut baru akan penuh setelah sekitar 2 bulan.
Ø Kompos itu pun sudah jadi dan siap untuk menyuburkan tanaman. Sebaiknya sebelum digunakan, letakkan di tempat teduh beberapa saat.
Ø Untuk memulai lagi, starter bisa diambil dari kompos yang sudah dihasilkan.
Dengan menggunakan metode ini maka pengomposan tidak akan berbau. Sampah di dalam itu juga tidak akan berbelatung. Sebab bantal sekam yang ada diatas dan dibawah berfungsi untuk mengontrol udara di tempat pengomposan agar bakteri berkembang dengan baik. Selain itu, dengan bantal sekam itu pula, tidak memungkinkan munculnya jentik-jentik yang akan jadi belatung. (Teknik ini bisa juga dilihat di keranjangtakakura.blogspot.com)

4. KOMPOS CAIR AROMA BUAH



Pembuatan kompos cair aroma buah ini intinya adalah rumus 1,2,3, yaitu satu kilogram buah, dua ons gula, dan tiga liter air. Caranya :
Ø Kumpulkan sampah basah berupa buah-buahan apapun, yang busuk pun tak masalah. Kalau mau aromanya lebih khas, satu jenis buah tidak dicampur dengan lainnya. Setelah ada sekitar satu kilogram, buah yang masih berkulit dan berbiji dipotong-potong lalu dimasukkan dalam karung beras dan ikat rapat.
Ø Campurkan dua ons gula pasir atau gula merah ke dalam tiga liter air sumur di dalam ember. Masukkan buah dalam karung tadi ke ember berisi campuran. Kalau karung tidak tenggelam, tambahkan batu di dalamnya sebagai pemberat.
Ø Tutup rapat ember tersebut, cukup tiga hari sekali diaduk, Nah, dalam sebulan kompos cair sudah mengeluarkan buih putih dan siap dipanen, sementara ampas yang ada di dalam karung bisa dicampur untuk kompos padat.
Ø Hasil pertama kompos disebut biang pertama. Kalau biang pertama itu mau digandakan, tiap liter bisa ditambah dengan air sebanyak 50 liter dan gula satu kilo. Lalu dimasukkan dalam ember dan ditutup, setiap tiga hari tetap diaduk. Setelah sepuluh hari biang kedua ini bisa langsung digunakan.
Ø Cara mengaplikasikan ke tanaman, cairan biang pertama atau kedua tadi tiap liter dicampur 100 liter air, baru disiramkan ke tanaman.

5. KOMPOSTER Karya SUKAMTO

Sukamto (warga Jl. Lumba-Lumba Rt.14/08 Kelurahan Cempaka Baru, Jakarta Pusat) menciptakan Komposter pada tahun 2004, Ukuran komposter buatan Sukamto bervariasi mulai dari 60 liter hingga 220 liter dan harganya berkisar antara Rp. 120-260 ribu. dengan Komposter ini sampah diolah menjadi kompos cair yang dapat dimanfaatkan untuk mempersubur tanaman.

Komposter ini terbuat dari tong plastic yang didalamnya terdapat pipa berbentuk T yang berlubang kecil-kecil dan kran yang dipasang di bagian luar tong. Pipa T dipasang sedemikian rupa sehingga ujung garis horisontalnya menembus tong plastik yang sudah dilubangi lebih dulu. Posisi lubang beberapa centi meter dari permukaan tong plastic. Pipa T berfungsi untuk penguapan, dan kran berfungsi untuk mengalirkan lindi atau kompos cair hasil olahan komposter.

Setelah peralatan komposter tersebut beres, tinggal memasukkan sampah organik. Setelah cukup, sampah itu kemudian diberi bioaktivator yang fungsinya mempercepat pembusukan. Sampah organik yang telah diberi bioaktivator akan menghasilkan lindi setelah dua minggu. Lindi itu kemudian dialirkan via kran dan siap dimanfaatkan untuk menyuburkan tanaman. Satu liter lindi bisa dicampur lima liter air dan siap disemprotkan ke segala macam tanaman.






Pengomposan-1 : METODE PEMBUATAN KOMPOS

( for English version go to : http://practicallygreen-sn.blogspot.com )

1. UMUM
Pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan jumlah penduduk membuat harga tanah semakin tinggi tetapi di sisi lain kebutuhan akan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah terus meningkat, sehingga biaya untuk penimbunan sampah menjadi semakin tinggi. Berdasarkan kendala tersebut maka perlu dicari alternative jalan keluar untuk memanfaatkan sampah atau mengelola sampah dengan cara lain sehingga kebutuhan lahan untuk TPA sampah bisa dikurangi. Salah satu alternatif adalah dengan pembuatan kompos.

Pembuatan kompos ini dapat dilakukan dengan berbagai skala, antara lain adalah :
a) Sampah domestik :
§ Pengomposan skala Rumah Tangga
§ Pengomposan skala RT/RW
§ Pengomposan skala desa/Kelurahan
§ Pengomposan skala kawasan pemukiman
b) Sampah non domestik
§ Pengomposan skala kawasan pertokoan
§ Pengomposan skala satu atau beberapa hotel dan restaurant
§ Dll
c) Sampah kota
§ Pengomposan di TPA sampah

2. KEUNTUNGAN PEMBUATAN KOMPOS
Selain mengurangi jumlah sampah, ada beberapa keuntungan dalam pemanfaatan sampah untuk kompos ini, yaitu :
a) Keuntungan pembuatan kompos untuk lingkungan :
§ Mengurangi tumpukan sampah yang akan mencemarkan udara, tanah, sumber air
§ Memberikan kemudahan untuk proses daur ulang, begitu pula kualitas hasil daur ulang lebih baik karena tidak tercemari sampah organic
§ Memperbaiki tekstur tanah sehingga menjadi media tumbuh yang lebih baik
§ Bisa dimanfaatkan untuk penghijauan sehingga udara kota terasa segar
b) Keuntungan pembuatan kompos untuk masyarakat:
§ Menciptakan lapangan kerja
§ Memungkinkan dibuat system pertanian dengan lahan sempit dengan memanfaatkan kompos sebagai media tumbuh
§ Memberi keamanan kerja bagi lapak dan pemulung yang berperan penting dalam system daur ulang
c) Keuntungan pembuatan kompos bagi Pemerintah Daerah
§ Mengurangi biaya operasional untuk pengumpulan, pengangkutan dan pengelolaan TPA sampah
§ Menambah umur TPA sampah, mengurangi jumlah timbunan sampah dan juga mengurangi kebutuhan lahan untuk TPA sampah

3. METODE PENGOMPOSAN
Berdasarkan prosesnya, beberapa metode pengomposan yang dapat dikembangkan antara lain :
a) Pengomposan dengan proses anaerobic
Merupakan proses pengomposan yang tidak memerlukan oksigen. Pengomposan ini biasanya dilakukan dengan diperam dalam tanah, dimasukkan tempat yang tertutup rapat, dsb. Proses pengomposan ini biasanya membutuhkan waktu total sekitar 3-4 bulan atau lebih.
b) Pengomposan dengan proses aerobic
Merupakan proses pengomposan yang memerlukan oksigen. Pengomposan ini biasanya dilakukan dengan membuat terowongan (windrow) yang akan melewatkan udara dingin yang mengandung oksigen, sehingga terjadi pelapukan sampah. Proses pengomposan ini biasanya membutuhkan waktu yang lebih pendek daripada proses pengomposan secara anaerobic, yaitu sekitar 55 hari.
c) Pengomposan dengan proses fermentasi menggunakan EM4 (bioactivator)
Merupakan metode pengomposan dengan bantuan zat EM4 untuk fermentasi dan waktu pengomposan dapat dipercepat sehingga hanya memerlukan waktu 3-4 hari dan bahkan bisa ekspress 24 jam. Salah satu metode ini juga dikenal dengan nama BOKASHI. Ada 3 macam BOKASHI yaitu BOKHASI Biasa, BOKHASI Pupuk Kandang Tanah dan BOKASHI Ekspress.
d) Pengomposan dengan menggunakan cacing (Vermi Composting)
Merupakan proses pengomposan yang menggunakan cacing. Dalam proses ini sampah-sampah yang mengandung bahan organik akan menjadi bahan makanan cacing dan kompos akan dihasilkan dari kotoran-kotoran hasil pencernakan cacing tersebut. Metode ini telah berhasil dikembangkan di Bandung (oleh Ir. Budi Listyawan, PT.Kartika Pradiptaprisma) dalam berbagai skala yaitu skala Rumah Tangga atau Modul Persada dengan jumlah sampah terserap 0,10 m3/hari, Modul Alam dengan sampah terserap 0,50 m3/hari, Modul Asri dengan sampah terserap 2 m3/hari, Modul Lestari dengan sampah terserap 10 m3/hari dan skala Kawasan dengan sampah terserap 15 m3/hari.

4. PERKIRAAN JUMLAH SAMPAH YANG BISA DIBUAT KOMPOS
Jenis sampah yang bisa dibuat kompos ditentukan oleh komposisi organic pada sampah, dimana jumlah kandungannya berbeda untuk setiap sumber sampah. Sampah dari sumber rumah tangga (domestic), sampah pasar, sampah restaurant, sampah taman dan jalan biasanya mengandung komposisi organic lebih besar dibandingkan sampah dari sumber lainnya. Untuk selanjutnya penentuan volume sampah yang akan dibuat kompos disesuaikan dengan rencana skala pembuatan kompos, yaitu :
1) Skala Rumah Tangga / KK
Dengan asumsi dalam satu keluarga terdiri dari 5 orang, timbulan sampah adalah 2,5 liter/orang/hari, komposisi organic dalam sampah adalah 80%, maka jumlah sampah yang dapat dibuat kompos dalam satu keluarga adalah 0,01 m3/hari.
2) Skala Lingkungan
Skala RT/RW
Dengan asumsi dalam satu RT/RW terdiri dari 20 KK, dengan jumlah sampah yang dapat dibuat kompos adalah 10 ltr/kk/hari, maka jumlah sampah untuk pengomposan dalam skala RT/RW adalah 0,2 m3/hari.
Skala Desa/Kelurahan
Dengan asumsi dalam satu desa/kelurahan terdiri dari 1000 KK, maka jumlah sampah untuk pengomposan dalam skala desa/kelurahan adalah 10 m3/hari.
Skala Kawasan
Jumlah sampah disesuaikan dengan produksi sampah yang dihasilkan oleh tiap kawasan (kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan hotel dan restaurant, dll) yang akan dikelola
3) Skala Kota
Pengomposan dalam skala kota biasanya dilakukan di TPA sampah. Sumber sampah kota yang paling bagus dijadikan kompos biasanya adalah sampah dari pasar, karena sampah pasar terutama pasar sayuran memiliki komposisi organic yang bagus untuk kompos. Pengomposan dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan untuk mendistribusikan kompos yang dihasilkan. Kendala yang selama ini menghambat sistem pengomposan adalah kesulitan untuk mendistribusikan kompos. Untuk itu dapat dilakukan usaha kerjasama antara Pemda dengan perkebunan dan kehutanan. Semakin banyak sampah yang didistribusikan, semakin banyak sampah yang dibuat kompos. Sebagai langkah awal dapat dibuat suatu Pilot Project dengan jumlah sampah yang dibuat kompos misalnya 10 m3/hari, kemudian apabila berhasil dapat dikembangkan ke tahap selanjutnya.

5. DESAIN PENGOMPOSAN

Berdasarkan metode dan skala pengomposan, beberapa desain pengomposan telah dikembangkan antara lain sebagai berikut :
Skala Rumah Tangga:
1. KOTAK PENGOMPOSAN dalam LUBANG PEMERAMAN
2. EMBER/TONG PENGOMPOSAN
3. KERANJANG PENGOMPOSAN BERLUBANG / KERANJANG TAKAKURA
4. KOMPOS CAIR AROMA BUAH
5. KOMPOSTER Karya SUKAMTO
Skala Lingkungan / Skala Rumah Tangga:
6. VERMI COMPOSTING
7. BOKASHI
Skala Kota / Skala Lingkungan:
8. UDPK / Usaha Daur Ulang dan Produksi Kompos